Translate

Senin, 02 Agustus 2010

SKRIPSI MODEL JIGSAW BAB 1-3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupanya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 (1) menyebutkan bahwa setiap Negara berhak mendapatkan pendidikan dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Gerakan reformasi di Indonesia secara umum untuk diterapkanya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menunjang tinggi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan. Perkembangan tekhnologi dan sistem informasi memunculkan tuntutan baru terhadap segala aspek kehidupan termasuk aspek system pendidikan.

1

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan, masyarakat, bangsa dan Negara. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan.

Sudah menjadi tuntutan bahwa penyelengaraan kegiatan pendidikan dikelola secara sadar, sistematik, dan berkesinambungan. Setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,minat, dan kemampuanya, hal ini tertuang pada pasal 12 Undang-Undang Pemdidikan.

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap siswa-siswi SMP Islam Sudirman Ambarawa kelas VIII selama tiga hari di sana dapat diambil penjelasan bahwa sebagian besar dari mereka mengakui kesulitan dan rasa ketakutan terhadap pelajaran matematika. Begitu pula dari hasil wawancara dengan Bapak Andi Suprihanto, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika, beliau mengungkapkan bahwa dalam menyajikan bahan ajar matematika terutama pada materi bidang ruang.

Dalam kegiatan belajar mengajar banyak siswa yang merasa bahwa materi yang diajarkan begitu rumit sehingga partisipasi dan keaktifan siswa begitu rendah. Akibatnya terdapat 16% siswa kelas VII A yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan sebesar 61 untuk mata pelajaran matematika, ini sungguh ironi dengan nilai KKM yang rendah pun masih banyak siswa yang belum tuntas. Hal ini diakibatkan karena rendahnya ketrampilan intelektual siswa dimana ketrampilan intelektual tersebut menjadi dasar untuk pijakan dalam pola pikir dan analisis setiap persoalan yang dihadapi.

Kini menjadi permasalah baru yang harus dituntaskan yaitu bagaimana menciptakan kondisi kegiatan belajar mengajar yang kondusif, menarik, menyenangkan dan berimbas kepada peningkatan ketrampilan intelektual siswa. Pencapaian tersebut dapat terlaksanan apabila guru mampu menggunakan model pembelajaran dan pendekatan belajar yang sesuai. Salah satu model belajar yang ditawarkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

Menurut Agus Supriono (2009: 40), Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari ketrampilan-ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks.

Berbagai macam model belajar kooperatif telah ditemukan, salah satunya model belajar JIGSAW. Model balajar ini menempatkan setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi yang unggul dan mampu menjadi ahli pada setiap permasalahan yang ada. Selain itu model pembelajaran JIGSAW lebih meningkatkan setiap individu siswa di dalam kelas karena setiap kelas akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen selanjutnya melakukan kegiatan yang terencana dengan setiap anggota kelompok dituntut memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Pengajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) didasari atas prinsip-prinsip yang manrik dari RME bahwa pelajaran matematika pada dasarnya didominasi oleh masalah-masalah yang konteks dan perhatianya diberikan pada pengembangan model-model, situasi dan simbol-simbol. Sehingga siswa didorong untuk dapat mengkontruksi dan membuat jalinan anatara topik yang konteks di sekitarnya dan diproses menjadi dasar kegiatan mempelajari konsep matematika.

Mempelajari materi yang berkaitan dengan bidang ruang (dimensi tiga) bagi siswa sangatlah sulit terutama bagi mereka yang memilki ketrampilan intelektual rendah, karena pada materi ini siswa dituntut untuk mampu mengkontruksi yang berkaitan dengan bangun-bangun, skema serta model-modelnya. Sehingga peneliti mencoba melakukan pengajaran dengan memadukan model belajar JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk malakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Ketrampilan Intelektual Siswa Pada Kompetensi Dasar Memahami Sifat-Sifat Kubus dan Balok Pada Kelas VIIIA Semsester Genap SMP Islam Sudirman Ambarawa Tahun Pelajaran 2009/2010”

B. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan dan menghindari salah pengertian dalam penelitian ini, peneliti memberi batasan (definisi operasional ) terhadap istilah – istilah (judul) dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Penerapan

Penerapan adalah kemampuan kognitif yang mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan sebuah abstraksi matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika mereka diminta untuk itu (Tim MKPBM, 2001: 188).

2. Model Pembelajaran

Model Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Agus Suprijono, 2009: 46).

3. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif adalah mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Tim MKPBM, 2001: 218).

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW

Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW adalah salah satu dari beberapa model pembelajaran kooperatif, di mana setiap anggota kelompok diberi tugas mempelajari topik tertentu yang berbeda. Para siswa bertemu dengan anggota – anggota dari kelompok lain yang mempelajari topik yang sama untuk saling bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu mereka kembali ke kelompok asalnya untuk menyampaikan apa yang didapatkannya kepada teman – teman dikelompoknya. Para siswa kemudian diberi kuis atau tes secara individual oleh guru. Skor hasil kuis atau tes tersebut disamping untuk menentukan skor individu juga untuk menentukan skor kelompoknya (Tim MKPBM, 2001: 219).

5. Pendekatan belajar

Pendekatan belajar merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan intruksioanal tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi siswa memahami materi bahan ajar guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan. (Syaiful Safala, 2009: 68).ka. dalam rnya.mnggunakan model pembelajaran jigsaw

6. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) adalah pendektan dengan menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) adalah sebagai berikut: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, adanya interaksi dalam proses pembelajaran, dan menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya. (Tim MKPBM, 2001: 128).

7. Meningkatkan

Meningkatkan adalah menaikkan (derajat, taraf) seseorang menjadi lebih baik, berguna ( KBBI: 1991, 1060).

8. Ketrampilan Intelektual

Kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri atas kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. ketrampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas (Agus Supriono:2009,7). Ketrampilan intelektual yaitu kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. (Syaiful Safala, 2009: 19).

9. Kubus

Kubus adalah bangun ruang yang dibentuk dari enam buah persegi yang behadapan sejajar dan masing-masing membentuk empat titik sudut sepetri mata dadu. (Cholik Adinawan, 2008: 78)

10. Balok

Balok adalah bangun ruang yang dibentuk dari enam bidang persegi atau persegi panjang yang membentuk empat titik sudut. (Cholik Adinawan, 2008: 78)

Dari penegasan istilah di atas secara keseluruhan maksud dari judul skripsi ini adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan intelektual siswa sebagai akibat dari penerapan model belajar koopeatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) pada materi kubus dan di kelas VIIIA semester II SMP Islam Sudirman Ambarawa tahun pelajaran 2009/2010.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang talah dikemukakan di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

“Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW Dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Dapat Meningkatkan Ketrampilan Intelektual Siswa Pada Kompetensi Dasar Memahami Sifat-Sifat Kubus dan Balok Pada Kelas VIIIA Semester Genap SMP Islam Sudirman Ambarawa Tahun Pelajaran 2009/2010

D. Strategi pemecahan masalah

Pemecahan masalah yang diajukan berupa penelitian tindakan kelas dengan menrapkan model belajar kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Dengan model dan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan ketampilan intelektual siswa pada materi kubus dan balok kelas VIIIA Semester Genap SMP Islam Sudirman Ambarawa Tahun Pelajaran 2009/2010.

Solusi untuk memecahkan masalah dengan penerapan model kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) antara lain sebagai berikut :

1. Mengawali kegiatan pembelajaran dengan memberikan masalah yang konteks yang selanjutnya sebagai sumber dan terapan konsep matematika.

2. Memberikan kesempatan siswa untuk menarik dan memberi pendapat terhadap masalah konteks tersebut.

3. Menggunakan pertanyaan untuk menggali gagasan siswa sehingga dapat berfikir secara logis dan terarah.

4. Menjelaskan konsep dasar materi dan memberikan permasalahan yang kontekstual untuk didiskusikan selanjutnya.

5. Pembagian kelompok yang heterogen.

6. Pengambilan kesimpulan bersama dan pemberian hadiah (reward) di akhir kegiatan.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dapat meningkatkan ketrampilan intelektual siswa SMP Islam Sudirman kelas VIIIA pada kompetensi dasar memahami sifat-sifat kubus dan balok

2. Manfaat penelitian

Diharapkan setelah penelitian dengan model kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Bagi siswa

Dengan praktik pengajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe JIGSAW dipadu dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), penguasaan konsep pada materi kubus dan balok akan lebih mudah dipahami, sehingga ketrampilan intelektual siswanya dapat meningkat.

b. Bagi guru

Guru di SMP Islam Sudirman akan memilki tambahan model-model pengajaran, kususnya lebih mengerti penerapan pengajaran dengan model JIGSAW dipadu dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME )sehingga pengajaran selanjutnya akan bervariasi, menarik dan menyenangkan.

c. Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam penguasaan kelas untuk penyampaian materi dengan menggunakan model pembelajaran JIGSAW dipadu dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME ) dan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran selanjutnya ketika telah menajadi guru sebenarnya.

d. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah itu sendiri sesuai dengan tuntutan perbaikan system pengajaran pada setiap sekolah di daerah.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah pembaca memahami pokok-pokok permasalahan yang ada dalam penelitian in;, maka dalam laporan penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.

Bagian awal laporan penelitian memuat halaman judul, lembar persetujuan, lembar pengesahan, abstraksi, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar lampiran dan daftar tabel.

Bagian isi ini terdiri dari 5 bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab, adapun susunannya sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II Landasan teori dan hipotesis, yang berisi tentang dasar teori belajar, , faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, model pembelajaran, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW, pendekatan belajar, Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), hasil belajar, ketrampilan intelektual. kerangka berfikir dan hipotesis tindakan.

Bab III Metode penelitian, meliputi lokasi penelitian, subjek penelitian, variabel penelitian, tahap -tahap penelitian, analisis data, uji cobs instrumen, metode pengumpulan data dan indikator keberhasilan.

BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan, meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan pembahasan penelitian.

BAB V Penutup berisi kesimpulan dan saran.



BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakekat dan Teori Pendidikan

Sebuah teori adalah sebuah system konsep-konsep yang terpadu, menerangkan dan memprediksi.(Mudyahardjo, 2001: 91) menegaskan bahwa sebuah teori berisi konsep-konsep, ada yang berfungsi sebagai : (1) asumsi konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori; dan (2) definisi denotative adalah konsep-konsep yang menyatakan makna dan istilah yang digunakan dalam menyusun teori. Teori pendidikan berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan yang berperan sebagai definisi menerangkan makna. (Syaful Sagala, 2009 :6)

Gambaran pendidikan dilihat dari teori pendidikan adalah aktivitas sekelompok orang dan guru yang melaksankan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda dan secara perspektif member petunjuk bahwa pedidikan adalah muatan, arahan, pilihan yang telah ditetapkan sebagai wahana masa depan anak didik yang tidak terlepasw dari keharusan control manusia.(Syaful Sagala 2009 :4)

B. Konsep dan Makna Belajar

12

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenan dengan tujuan dan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Menurut Gagne belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme beruabah prilakunya sebaai akibat pengalaman. Sedangkan E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan peubahan cara mereaksi terhadap suatu rangsangan tertentu. Kemudian Lester R. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaa, pengetahuan, dan sikap-sikap. Belajar menurut Skinner adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung sevara progesif. Sehingga belajar juga dapat dipahami sebagai suatu prilaku, pada saat orang belajar, maka responya menjadi lebih baik.

Menurut Dr. Sadik Sama’an (1978: 13) bahwa belajar adalah aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik untuk menerangkan, menyelaraskan, mengecam dan mengubah proses kehidupanya menjadi selaras dengan masalah kebudayaan dan unsure-unsur yang bertentangan di dalamnya.

Menurut Sudjana dalam bukunya “Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar” belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar (Sudjana, 1995: 28).

Dari beberapa definisi di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah usaha dari setiap individu untuk mengubah perilaku kehidupanya agar selaras, berbudi dan beriman.

C. Hakekat matematika dan psikologi pembelajaran matematika

(1) Pengertian matematika

Ada yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa symbol, numeric dan bahasa yang mampu menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional. Matematika adalah metode berpikir logis, sarana berpikir, logika pada masa dewasa, dan ratunya ilmu sekaligus pelayanya. Matematika adalah suatu sains murni yang memanipulasi symbol, berkaitan tentang bilangan dan ruang, mempelajari pola, bentuk, dan struktur itu sendiri. berdasarkan etismologi matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh secara nalar.

James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainya dengan jumlah banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu: aljabar, analisis, dan geometri. Karena matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Matematika dikenal sebagi ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaan matematika harus bersifat deduktif.

(2) Belajar ilmu matematika

Belajar matematika dapat meninkatan kemampuan berpikir logika, tepat, dan pemahaman ruang. Dengan belajar aljabar ketrampilan berpikir kritis kita lebih meningkat, yang diperlukan dalam proses sesuatu secara deduktif atau induktif.(Ruseffendi, 1089:527)

Karena ilmu matematika berkaitan dengan penalaran dan logika kritis, maka dalam penyampaian materi kepada siswa mempertimbangkan point penting tersebut, sebagi contoh penggunaan model belajar inovatif dengan pendekatan realistik.

Jadi dalam mempelajari matematika siswa perlu menguasai fakta, konsep, prinsip, dan skill. Karena keempat komponen tersebut merupakan bangunan dari ilmu matematika. Pengertian dari keempat tersebut adalah sebagai berikut :

(i) Fakta

Fakta adalah sesuatu yang sesuai dengan kenyetaan atau seseuatu yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Contoh : lambang, angka, dan notasi

(ii) Konsep

Konsep adalah abstrak, yang memungkinkan kita mengelompokan ( mengklasifiksikan) objek atau kejadian.

(iii) Prinsip

Prinsip adalah pola hubungan fungsionl antara konsep-konsep. Prinsip-prinsip pokok disebut hukum atau teorema.

(iv) Skill

Skill adalah ketrampilan mental untuk menjalankan prosedur menyelesaikan persoalan.

D. Pembelajaran matematika

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. (Darsono,2000:24).Matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan). Struktur dan hubunganya yang diatur secara logika sehingga matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan-alasan logika dengan menggunakan pembuktian deduktif (Hundoyo,1990:3)

Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induktif dapat dilkukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk meningkatkan dan menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa. Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecah masalah melalui pola pikir matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui symbol, table, garafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

E. Tujuan pembelajaran matematika

Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara matematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah. Nilai-nilai yang diperlukan dalam pengajaran matematika bertujuan untuk dapat menumbuh kembangkan dan membentuk pribadi siswa, sehingga sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Pola tingkah laku yang tersusun menjadi suatu model sebagai prinsip-prinsip belajar yang diaplikasikn ke dalam matematika. Matematika yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi symbol-simbol itu tersusun secara hierarkis dan penalranya deduktif, jelas, belajar matematika itu merupkan ide-ide abstrak yang diberi symbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami dahulu sebelum mammanipulasi symbol-simbol itu.

Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui oleh orang itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi matematia yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut.

F. Pengajaran matematika di sekolah

Pendidikan pada sekolah menengah pertama mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan lebih tinggi, seperti di SMP Islam Sudirman Ambarawa memacu peserta didik untuk mendapatkan nilai yang terbaik yang selanjutnya digunakan mendaftarkan ke jenjang sekolah selanjutnya.

Sesuai dengan tujuan pendidikan di sekolah, pelajaran matematika berperan untuk :

(a) Mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

(b) Mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan.

(c) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (W.Gulo, 2002:46)

Secara umum tugas guru matematika diantaranya adalah : pertama, bagiamana materi pelajaran itu diberikan kepada siswa sesuai dengan standar kurikulum. Kedua, bagaimana proses pembelajaran yang berlangsung dengan menyenangkan.

Untuk mewujudkan hal itu dirumuskan ada lima tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu :

Pertama, belajar untuk berkomunikasi matematika,

Kedua, belajar untuk bernalar matematika,

Ketiga, belajar untuk memecahkan masalah matematika,

Keempat, belajar untuk mengaitkan ide matematika,

Kelima, pembentukan sikap positif terhadap maetematika.

G. Arti dan Makna Model Pengajaran

Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajran, tentu diperlukan model-model pengajaran yang dipandang mampu mengatasi kesulitan guru ketika melaksanakan tugas mengajar dan kesulitan belajar mendidik anak. Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai : (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu diskripsi atau analogi yang digunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat diamati dengan langsung; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa, dan (4) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya (komaruddin,2000:152)

Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesunguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang sebenarnya. Atas dasar pengertian tersebut, maka model pengajaran dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendiskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Model mengajar menurut Joyce dan Weil (2000:13) adalah suatu diskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku kerja, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program komputer. Sebab model-model menyediakan alat-alat belajar yang diperlukan bagi para siswa.

Menurut Agus Supriono dalam bukunya Cooperatif Learning berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.

Jadi dari uraian di atas dapat kita tarik pengertian bahwa model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

H. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.( Agus Supriono, 2009;54).

Secara umum pembelajaran kooperatif diarahkan guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yag dimaksud.

Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti, fakta, ketrampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan ketrampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah :

i) Positive interdepence ( saling ketergantungan positif)

ii) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

iii) Face to fae promotive interaction (interaksi promoitf)

iv) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

v) Group processing (pemrosesan kelompok)( Agus Supriono, 2009;56).

Tujuan peneparapan model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial. Sehingga dalam pencapian tujuan tersebut perlu diberikan reward untuk merangsang hasil tujuan belajar yang optimal dalam kerjasama dan berkompetisi.

Salah satu aksentuasi model belajar kooperatif adalah interaksi kelompok. Interaksi kelompok merupakan interaksi interpersonal (interaksi antar anggota). Interaksi kelompok dalam pembelajaran kooperatif bertujuan mengembnagkan intelegensi interpersonal. Intelegensi ini berupa kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan tempramen orang lain.

Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dri 6 (enam) fase.

FASE-FASE

PERILAKU GURU

Fase 1 : Present goals and set

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan memperisapkan pesrta didik belajar

Fase 2 : Present Information

Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada pesrta didik secara verbal

Fase 3 : Organize student into learning terms

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melkukan transisi yang efisien

Fase 4 : Assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5: Test On The Materials

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6: Provide recognition

Memberikan pengakuanatau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

(Trianto, 2007)

I. Model Pembelajaran Tipe JIGSAW

Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).

Model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling katergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lainnya (Arends, 1997 ).

Para anggota dari tim – tim yang berbeda dengan topic yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa – siswa itu kembali pada tim kelompok asal untuk menjelaskan kepada kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas – tugas yang berhubungan dengan topiknya kemudian dijelaskan kepada kelompok asal.

Kelompok asal

4 – 5 anggota yang heterogen dikelompokkan


Langkah–langkah model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW sebagai berikut :

Siswa dikelompokkan kedalam beberapa tim, masing – masing sebanyak 4-6 orang

1. Tiap orang dalam tim diberi soal atau materi yang berbeda untuk dibahas atau diselesaikan

2. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian / sub bab ( soal ) yang sama bertemu dalam kelompok baru ( kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab ( jawaban soal)mereka

3. Setelah selesai diskusi sebagai kelompok ahli, tiap anggota kembali kekelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab atau jawaban soal yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh- sungguh

4. Salah seorang anggota dari tiap – tiap anggota ahli mempresentasikan hasil diskusinya.

5. Guru memberi evaluasi / meluruskan pemahaman siswa bila ada yang keliru.

6. Guru memberikan penghargaan kelompok berdasarkan skor perkembangan kelompok. Didapat dari besarnya jumlah sumbangan skor individu kepada kelompoknya.

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW sebagai berikut :

Bagi guru maupun siswa :

1. Lebih mudah menemukan dan memakai konsep konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah – masalah tersebut dengan teman – temannya.

2. Melalui diskusi akan terjadi komunikasi karena siswa saling berbagi ide / pendapat

3. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga meningkatkan daya nalar, keterlibatan siswa dalam situasi pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.

4. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW akan membantu mereka untuk melaksanakan kurikulum atau kegiatan belajar mengajar secara efesien dan efektif.

5. Meningkatkan rasa tanggung jawa siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain

6. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan dan tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.

7. Meningkatkan bekerja sama kooperatif yntuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Kelemahannya :

1. Apabila pengajar tidak mampu membagikan siswanya dalam kelompok yang seharusnya maka pembelajaran ini tidak akan terlaksana dengan baik.

2. Tidak adanya kekompakan antar siswa sekelompok juga bisa membuat kegiatan belajar menjadi tidak terlaksana dengan baik.

J. Pendekatan Belajar dalam Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru menjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu dan dengan tingkat kedalaman yang berbeda. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana yang menyenangkan. (Sayful Sagala, 2009:68)

Jadi pada pokoknya pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan matei ajar dari bagian yang satu dengan bagian lainya berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip atau teori tentang suatu bidang ilmu.

Dijalaskan oleh syaiful sagala dalam bukunya yang berjudul konsep dan makna pembelajaran bahwa pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi atau kiat melaksankan pendekatan serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk factor-faktor yang menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada aspek psikologis dilihat dari perkembangan anak, pertumbuhan, kemampuan intelektual, dan lainya yang mendukung kemampuan belajar. Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas tencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.

K. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) di kelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.

Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi dan memakai matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah-masalah.

Karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontektual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horisontal.

Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematiknya ditingkatkan melalui matematisasi vertikal. Melalui proses matematisasi horisontal-vertikal diharapkan siswa dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal).

L. Pembelajaran Matematika dengan pendekatan Mathematic Realistic Education (RME)

Menurut Pandangan Konstruktivis Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator.

Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan.Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.

(Jenning &Dunne, dalam Tim MKPBM, 2001) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna (Soedjadi, 2000; Price,1996; Zamroni, 2000).

Menurut (Van de Henvel-Panhuizen dalam Tim MKPBM, 2001) ,bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika

Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran Matematika Realistik (MR). Pembelajaran MR pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa.

Salah satu filosofi yang mendasari pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan atauran atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari. Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik merupakan salah satu usaha untuk meningkatatkan kemampuan siswa memahami matematika. Dalam filosofi realistik, kepada siswa diberikan tugas-tugas yang mendekati kenyataan yaitu dari dalam siswa akan memperluas dunia kehidupanya. Kemajuan individu maupun kelompok dalam proses belajar sebarepa jauh dan seberapa cepat akan menentukan spectrum perbedaan dari hasi belajar dan posisi individu tersebut.

Dalam kerangka mathematics education (Freudenthal, dalam Tim MKPBM, 2001) menyatakan bahwa mathematics is human activity, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari kativitas manusia.

Prinsip-prinsip pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME)

i. Didominasi oleh masalah-masalah konteks, melayani dual hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

ii. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model,situsi,skema, dan symbol-simbol

iii. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengontruksi sendiri ( yang mungkin berupa lagoritma, rule, atau aturan) sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.

iv. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.

v. Interwining (membuat jalinan antar topic atau antar pokok bahasan.

vi. Kelima prinsip diatas menurut filosofi realistic di atas yang menjiwai setiap aktivitas matematika.

Dalam pengembangan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), yang pada umumnya menggunakan pendekatan “development research’’ Freudental menjelaskan bahwa development research adalah pengalaman proses skill dari pengembangan dan penelitian secara sadar, kemudian dilaporkan secara jelas pengalan ini kemudian dapat ditransfer kepada yang lain menjadi pengalaman diri sendiri.

Beberapa rekomendasi hasil studi manyakan bahwa tidak ada cara belajar yang terbaik, maka pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) perlu dipertimbangkan untuk dijadikan alternativ dalam pembelajaran matematika. Namun perlu diingat masalah kontekstual yang diungkapkan tidak selamanya berasal dari aktivitas sehari-hari, melainkan bisa juga yang dapat di-imajinasi-kan dalam pikiran siswa.

M. Pemaduan Model Belajar Kooperaif Tipe JIGSAW dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu sekali dilakukan pemaduan terhapad model, metode dan pendekatan yang tapat, hal ini untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Model kooperatif JIGSAW menuntut setiap siswa untuk memiliki rasa tanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar serta mampu mengajarkan materi yang diperolehnya kepada anggota lain.

Dengan Hal ini tapat jika dari permulaan kegiatan belajar siswa diahadapkan masalah yang konteks sesuai dari prinsip pendektan Realistic Mathematic Education (RME), pendekatan ini menempatkan realitas dan pengalan siswa yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realitas digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika formal.

Pemaduan sintaks model kooperatif tipe JIGSAW dengan prinsip-prinsip dari pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) sebagai berikut :

FASE-FASE

PERILAKU GURU

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan memperisapkan pesrta didik belajar

Menyajikan informasi dan pemasalahan yang kontekstual

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal melalui permasalahan yang konteks di sekitar siswa

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar yang heterogen

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melkukan transisi yang efisien

Membantu kerja tim dan belajar

Dan pengarahan setiap kegiatan diskusi

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya

Serta menarik pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan daripola dan konsep materi

Mengevaluasi dan penarikan sumbangsih siswa untuk menjadi konstruktif dan produktif

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya dan membimbing para siswa dari informal ke matematika formal

Memberikan pengakuan,kesepakatan dan penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

N. Ketrampilan intelektual

Salah satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan intelektual. Ketrampilan intelektual merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis ketrampilan dapat dimasukkan sebagai ketrampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada pogram pengajaran. Ketrampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam menentukan proses pengajaran.

Bloom mengelompokkan ketrampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher Order Thinking) .dalam blogs Sudaryanto.

Dalam penelitian di yang di kaji disini adalah ketrampilan intelektual yang memuat pengetehaun, pemahaman dan penerapan, sesuai dari batasan setandar kompetensi yang ditentukan dalam silabus di sekolah.

O. Tinjauan Materi

Tinjauan materi yang kan dikaji dalam penelitian ini adalah matei yang sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dikaji yaitu sifat-sifat bangun kubus, dan balok dan tepat jika dillakukan dan diteliti dengan memperhatikan bahwa materi ini sangat berkaitan sekali dengan kontekstual siswa yaitu keberadaanya sangat mudah ditemui disekitar mereka.

A. Kubus dan Balok

1. Unsur-unsur pada bangun kubus dan balok

a. Bidang-bidang suatu kubus berbentuk persegi yang sama dan sebangun (kongruen)

b. Bidang-bidang yang berhadapan pada suatu kubus maupun balok, sama dan sebangun (kongruen) dan sejajar.

Contoh :

Ø Pada kubus ABCD.EFGH, bidang ABCD dan bidang ABFE berbentuk persegi yang sama dan sebangun (kongruen).

Ø Pada balok PQRS.KLMN, Bidang PQRS dan bidang KLMN berbentuk persegi panjang

Ø Bidang yang sejajar dengan bidang gambar disebut bidang frontal

Ø Bidang yang tegak lurus dengan gambar disebut bidang ortogonal.

Contoh :

Ø Bidang ABFE dan bidang DCGH pada kubus ABCD.EFGH merupakan bidang frontal. Bidang adhe,bcgf, abcd, dan efgh pada kubus abcd.egfh merupakan bidang ortogonal.

Ø Pada kubus ABCD.EFGH terdapat rusuk-rusuk yang saling sejajar, misalnya: AB, DC, EF, dan HG.

Dengan demikian pula, pada balok PQRS.KLMN terdapat rusuk-rusuk yang saling sejajar, misalnya PQ, RS, NM dan KL.

Jika panjang rusuk kubus adakah s, maka :

Jumlah rusuk kubus = 12s

Jika panjang balok = p, lebar = l, dan tinggi = t, maka :

Jumlah panjang rusuk balok = 4p + 4l + 4t

Rounded Rectangle: Ac disebut diagonal bidang, yaitu diagonal yang terletak pada bidang kubus. Panjang diagonal bidang kubus =     S  adalah panjang rusuk kubus. AG disebut diagonal ruang, yaitu diagonal yang terletak pada dalam kubus. Panjnag diagonal ruang kubus =   = 4( p+ l + t )

2. Diagonal Bidang dan Diagonal Ruang

Perhatikan kubus ABCD.EFGH berikut ini!

Perhatikan BALOK ABCD.EFGH berikut ini!




Garis BD disebut diagonal bidang, yaitu diagonal yang terletak pada bidang balok.

Garis HB disebut diagonal ruang, yaitu diagonal yang terletak dalam diagonal ruang balok.

Panjang diagonal ruang balok

P = panjang, l = lebar, dan t = tinggi balok.

Bidang diagonal kubus dan balok


Bidang-bidang yang diarsir pada gambar di atas menunjukan bidang-bidang diagonal suatu kubus. Kubus memiliki 6 diagonal bidang yang masing-masing berbentuk persegi panjang yang sama dan sebangun (kongruen). Gambar diatas adalah contoh dari bidang diagonal kubus.

Gambar beriku menunjukan bidang-bidang diagonal sebuah balok.









F

D

H

G

F

E

D

C

C

A

B

H

G

F

E

D

C

A

F

F

D

D

C

B

Balok memiliki 6 buah bidang diagonal yang masing-masing berbentuk persegi panjang, tetapi keenam bidang diagonal tersebut tidak sama dan sebangun. Gambar diatas contoh dari bidang diagonal balok.

Jaring-jaring kubus dan balok.

Jaring-jaring kubus diperoleh dari model kubus yang diiris pada beberapa rusuknya, kemudian direbahkan, seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 5. (a) kubus ABCD.EFGH, (b) kubus ABCD.EFGH akan dibentangkan, dan (c) jaring-jaring kubus ABCD.EFGH.

Jaring-jaring Balok

Jaring-jaring balok diperoleh dari model balok yang diiris pada beberapa rusuknya, kemudian direbahkan. Jaring-jaring balok merupakan rangkaian 6 buah persegi panjang yang terdiri dari 3 pasang persegi panjang yang kongruen.

Luas permukaan dan volume

a. Luas dan permukaan volume kubus

Kubus di atas memiliki panjang rusuk = s

Luas permukaan kubus = 6 x luas bidang

= 6 x (sxs)

= 6s2

Volume Kubus = s x s x s

= s3

Luas permukaan balok

Balok tersebut berukuran p = panjang, l = lebar, dan t = tinggi balok.

Luas permukaan balok = 2pl + 2pt + 2lt

= 2(pl + pt + lt )

Volume balok = p x l x t

= plt

a. Menghitung besaran-besaran pada bangun ruang

1) Luas sisi bangun ruang

a) Luas sisi balok untuk setiap balok yang memiliki panjang = p, lebar = l, dan tinggi = t cm, maka:

Luas seluruh sisinya = 2(pl + lt + pt)

Contoh soal:

Kotak balok dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi berturut-turut 19 cm, 7 cm, dan 29 cm. Tentukanlah luas permukaannya.

Jawab:

Luas permukaan kotak = 2 (pl + lt + pt)

= 2 (19 x 7 + 7 x 29 + 19 x29)

= 2 (133 + 203 + 551)

= 2 (887)

= 1.774

Jadi, luas permukaan kotak makanan tersebut adalah 1.774 cm2

b) Luas sisi kubus

Untuk setiap kubus yang panjang rusuk-rusuknya = s, maka luas seluruh sisi kubus = 6s2

Contoh soal

Diketahui panjang sebuh rusuk pada kotak kado yang berbentuk kubus adalah 8 cm. Hitung luas seluruh sisi kotak kado tersebut.

Jawab:

Luas seluruh sisi kotak = 6 s2

= 6 (8)2

= 6 x 64

= 384

Jadi, luas seluruh sisi kotak kado tersebut adalah 384 cm2

2) Volume bangun ruang

a) Volume kubus = s3

Contoh soal

Randi memiliki kotak berbentuk kubus dengan luas alas 36 cm2. maka volume kotak tersebut adalah ....

Jawab :

Misalkan rusuk kubus = a, maka:

Luas alas = 36 cm2

a2 = 36

a =

a = 6

volume kubus = a3

= 63

= 216 cm3

Jadi, volume kubus tersebut adalah 216 cm3

b) Volume balok = p x l x t

Contoh soal

Panjang dan lebar alas suatu balok adalah 7 cm dan 5 cm. Jumlah panjang rusuk-rusuk balok tersebut = 60 cm. Tentukan volume balok tersebut!

Jawab:

Balok dengan panjang (p) = 7, lebar (l) = 5, dan tinggi (t) = t

Panjang rusuk-rusuk balok = 4p + 4l + 4t

60 = 4 (7) + 4 (5) + 4t

60 = 48 + 4t

12 = 4t

t = 3

volume balok = p x l x t

V = 7 x 5 x 3

= 105 cm3

Jadi, volume balok tersebut adalah 105 cm3.

P. Kerangka Berfikir

Salah satu upaya peningkatan ketrampilan intelektual siswa dalam mempelajari materi matematika adalah melakukan pemaduan model kooperatif dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Dalam pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dalam satu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas atau mengerjakan sesuatu bersama – sama.

Tipe JIGSAW adalah satu model pembelajaran yang ditawarkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Tipe JIGSAW, setiap anggota kelompok diberi tugas mempelajari topik tertentu yang berbeda. Para siswa bertemu dengan anggota – anggota dari kelompok lain yang mempelajari topik sama untuk saling bertukar pendapat dan informasi.. Setelah mereka kembali kekelompok asal untuk menyampaikan apa yang didapatkanya kepada teman – teman dikelompoknya. Para siswa kemudian diberi tes atau kuis secara individual oleh guru. Skor hasil kuis atau tes tersebut disamping untuk menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor kelompoknya.

Dengan pemaduan pendekatan matematika realistik jelas membantu siswa untuk memahami konsep setiap materi yang diajarkan guru. Kegiatan kelompok lebih menarik, karena siswa kan disuguhkan dengan pengalaman yang benar-benar nyata. Sesuai dengan prinsipnya pembelajaran akan didominasi oleh maslah yang konteks dan pengembangan model dari kegiatan belajar siswa akan membantunya dalam mengontruksi pengalaman disekitarnya.

Q. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW dengan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Dapat Meningkatkan Ketrampilan Intelektual Siswa Pada Kompetensi Dasar Memahami Sifat-Sifat Kubus dan Balok VIIIA Semester Genap SMP Islam Sudirman Ambarawa Tahun Pelajaran 2009/2010”


BAB III

METODA PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas pada intinya merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas, dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada tanggapan bahwa permasalahan dalam penelitian tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti. (Suharsimi Arikunto ,dkk, 2008: 104 ).

B. Subyek penelitian

Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII A semester II SMP Islam Sudirman Ambarawa yang di dalamnya terdapat 40 siswa.

C. Variabel penelitian

Agar mampu menjawab permasalahan dalam penelitian ini, adapun faktor yang ingin diteliti. Faktor tersebut adalah:

a. Faktor siswa

Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang memuat pengetehaun, pemahaman dan penerapan yang berkaitan dengan sifat-sifat kubus dan balok serta menghitung luas permukaan dan volum bangun tersebut sesuai dengan setandar kompetensi yang telah ditentukan.

b.

45

Faktor guru

Kinerja guru dalam perencanaan pembelajaran yang telah dibuat apakah sesuai dengan pelaksanaan di dalam kelas, yaitu penerapan pembelajaran model JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dalam usaha meningkatakan ketrampilan intelektual siswa.

D. Desain penelitian

Penelitian ini digunakan menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Sesuai gagasan peneliti, maka penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilaksanakan ke dalam dua siklus, yaitu untuk mengetahui hasil belajar siswa berupa ketrampilan intelektual dalam materi kubus dan balok dengan menerapkan pembelajaran model JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Dalam peneliti membagi menjadi dua siklus, sengan setiap siklus mencangkup tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Siklus I

a) Perencanaan

(1) Identifikasi masalah dan rumusan masalah. Dalam penelitian ini peneliti memilih materi bangun ruang yaitu kubus dan balok.

(2) Guru dan peneliti kolaboratif merencanakan pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dengan Realistic Mathematic Education (RME) pada materi yang akan diajarkan yaitu bangun ruang balok dan kubus dengan membuat rencana pembelajaran.

(3) Rencana pembelajaran yang dibuat disesuaikan dengan kerangka rancangan pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

(4) Menyusun lembar kerja untuk siswa. Lembar kerja yang diberikan kepada siswa digunakan untuk menyelesaikan masalah pada materi bangun ruang balok dan kubus.

(5) Membentuk kelompok – kelompok dengan tiap kelompok merupakan kelompok yang heterogen. Sehingga dalam kelompok terdapat siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, rendah, selain itu juga tidak memperhitungkan jenis kelamin

(6) Mempersiapkan atau membuat soal tes dengan evaluasi yang diberikan untuk siswa pada akhir siklus.

b) Pelaksanaan tindakan.

(1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik (Present goals and set)

(2) Mempresentasikan informasi kepada pesrta didik secara verbal dan memberikan permasalahan yang kontekstual terhadap siswa (Present Information) yang selanjutnya digunakan sebagai starting point pembelajaran

(3) Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar yang heterogen (Organize student into learning terms)

(4) Menberikan permasalahan yang telah disusun kedalam lembar diskusi yang mengarahkan kepada tujuan matematika formal.

(5) Mengarahkan kelas,kelompok, maupun individu untuk menciptakan free production dan mengiterprestasikan problem kontekstual, sehingga tercipta berbagai metode peynelesaian. (Assist team work and study)

(6) Memotifasi antar siswa, maupun kelompok untuk saling interaksi dan interaktif.

(7) Mengevaluasi hasil diskusi setiap kelompok, menampilkanya di depan kelas.

(8) Pemberian penghargaan atau penguatan (reinforcement)

(9) Membimbing,mengarahkan, dan bersama-sama menarik kesimpulan ke dalam matematika formal. Guru memberikan penekanan pada informasi penting dan menambah informasi lain yang terkait.

(10) Guru memberikan soal yang berhubungan dengan sub materi kubus dan balok sebagai post test siklus 1

c) Pengamatan

Selama kegiatan belajar mengajar observer mengamati dan mencatat hasil lembar pengamatan yang akan digunakan sebagai dasar refleksi siklus I dipadukan dengan hasil evaluasi.

(11) Pengamatan terhadap keaktifan siswa selama kegiatan pelaksanaan tindakan kelas

(12) Pengamatan tentang tingkat keberhasilan guru ketika proses kegiatan belajar mengajar.

(13) Pengamatan terhadap kemampuan siswa dalam meyelesaikan post test yang diujikan.

d) Refleksi

Hasil yang diperoleh dari pengamatan dan tes pada tindakan siklus 1 dianalisis apakah sudah memenuhi target atau belum. Selanjutnya apabila belum memenuhi tindakan dilakukan tindakan II.

1) Siklus II

a) Perencanaan

(1) Identifikasi masalah dan rumusan masalah berdasarkan refleksi pada siklus I.

(2) Merencanakan pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

(3) Rencana pembelajaran yang dibuat disesuaikan dengan kerangka rancangan pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

(4) Menyusun lembar diskusi untuk siswa. Lembar diskusi yang diberikan kepada siswa digunakan untuk menyelesaikan masalah pada materi bangun ruang balok dan kubus.

(5) Membentuk kelompok – kelompok seperti siklus I.

(6) Mempersiapkan atau membuat soal untuk evaluasi.

(7) Mempersiapkan sarana pembelajaran yang diperlukan.

b) Pelaksanaan tindakan

Guru memberi tindakan kelas dengan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) melalui tahap – tahap berikut:

a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik (Present goals and set)

b. Mempresentasikan informasi kepada pesrta didik secara verbal dan memberikan permasalahan yang kontekstual terhadap siswa (Present Information) yang selanjutnya digunakan sebagai starting point pembelajaran

c. Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar yang heterogen (Organize student into learning terms)

d. Menberikan permasalahan yang telah disusun kedalam lembar diskusi yang mengarahkan kepada tujuan matematika formal.

e. Mengarahkan kelas,kelompok, maupun individu untuk menciptakan free productin dan mengiterprestasikan problem kontekstual, sehingga tercipta berbagai metode peynelesaian. (Assist team work and study)

f. Memotifasi antar siswa, maupun kelompok untuk saling interaksi dan interaktif.

g. Mengevaluasi hasil diskusi setiap kelompok, menampilkanya di depan kelas.

h. Pemberian penghargaan atau penguatan (reinforcement)

i. Membimbing,mengarahkan, dan bersama-sama menarik kesimpulan ke dalam matematika formal. Guru memberikan penekanan pada informasi penting dan menambah informasi lain yang terkait.

j. Guru memberikan soal (post test) yang berhubungan dengan sub materi kubus dan balok.

c) Pengamatan

Selama kegiatan belajar mengajar observer mengamati dan mencatat hasil lembar pengamatan yang akan digunakan sebagai dasar refleksi siklus I dipadukan dengan hasil evaluasi.

1) Pengamatan terhadap keaktifan siswa selama kegiatan pelaksanaan tindakan kelas

2) Pengamatan tentang tingkat keberhasilan guru ketika proses kegiatan belajar mengajar.

3) Pengamatan terhadap kemampuan siswa dalam meyelesaikan post test yang diujikan.

d) Refleksi

Setelah pelaksanaan dan pengamatan dilaksanakan, maka hasil pengamatan dievaluasi dan dianalisis, diharapkan pada kesimpulan akhir siklus II ini hasil belajar dan ketrampilan intelektual siswa kelas VIII A SMP Islam Sudirman Ambarawa mengalami peningkatan.

E. Metode Pengumpulan data

a. Sumber data

Dalam penelitian ini sumber datanya adalah siswa, guru, dan peneliti sendiri.

b. Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang terdiri dari :

1. Hasil lembar kerja

2. Hasil evaluasi

3. Hasil lembar observasi

c. Cara pengumpulan data

1. Data hasil belajar siswa diambil dari hasil evaluasi.

2. Data tentang proses pembelajaran pada saat dilaksanakannya tindakan, diambil dengan lembar kerja dan lembar observasi.

3. Data tentang refleksi serta perubahan – perubahan yang terjadi dikelas diambil dari dan hasil evaluasi.

F. Uji Coba Instrumen

Metode tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII A semester II SMP Islam Sudirman Ambarawa tahun pelajaran 2009/2010. untuk mengetahui baik atau tidaknya instrumen, maka instrumen diuji cobakan terlebih dahulu di siswa kelas VIII B SMP Islam Sudirman Ambarawa tahun pelajaran 2009/2010. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a. Angket (kuesioner)

Angket/kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respon dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang keaktifan siswa, dan kinerja guru.

b. Pengamatan (observasi)

Pengamatan/observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Dalam melakukan pengamatan, pengamat perlu latihan mengamati agar pengamatan lebih baik dan efektif.

c. Tes

Tes adalah seperangkat soal yang digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan siswa. Tes yang digunakan adalah ulangan berupa soal uraian yang diberikan pada akhir siklus untuk mengetahui kemampuan. Kognitif siswa dalam aspek pemahaman, aspek ingatan, aspek aplikasi.

Selanjutnya instrumen diuji dengan:

a. Validitas Butir Soal

Sebuah butir soal dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada butir soal menyebabkan butir soal menjadi tinggi atau rendah. Dengan demikian skor pada butir soal memiliki kesejajaran dengan skor total.

Untuk mengetahui validitas soal digunakan korelasi product moment yaitu:

Keterangan:

: Koefisien Korelasi

N : Jumlah Responden

X : Skor item

Y : Skor total

: Jumlah skor item

: Jumlah skor total

: Jumlah perkalian skor item dengan skor total

: Jumlah kuadrat skor item

: Jumlah kuadrat skor total

Kemudian hasil dikonsultasikan dengan r product moment, dengan menentukan taraf signifikan 5% apabila maka alat ukur dikatakan valid (Suharsimi Arikunto, 2003:72)

Nilai r diinterpretasikan dengan kriteria penafsiran besarnya koefisien korelasi adalah:

Antara 0,00 sampai 0,20 = sangat rendah

Antara 0,20 samapai 0,40 = rendah

Antara 0,40 sampai 0,60 = cukup

Antara 0,60 sampai 0,80 = tinggi

Antara 0,80 sampai 1,00 = sangat tinggi

(Suharsimi Arikunto, 2003:108)

b. Reliabilitas soal

Reliabilitas soal adalah kualitas konsistensi yang diperlihatkan atau prosedur dalam suatu periode tertentu. Dalam penelitian ini digunakan reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

: Reliabilitas item tes

N : Banyaknya item tes

: Jumlah varians skor tetap item

: Varians skor total

Apabila maka instrumen tersebut reliabel.

Nilai r diinterpretasikan dengan kriteria penafsiran besarnya koefisien korelasi adalah:

Antara 0,00 samapai 0,20 = sangat rendah

Antara 0,20 sampai 0,40 = rendah

Antara 0,40 sampai 0,60 = cukup

Antara 0,60 sampai 0,80 = tinggi

Antara 0,80 sampai 1,00 = sangat tinggi

(Suharsimi Arikunto, 2003:108)

c. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda soal dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

t : Daya pembeda item tes

MH : Rata-rata dari kelompok atas

ML : Rata-rata dari kelompok bawah

: Jumlah kuadrat deviasi individu kelompok atas

: Jumlah kuadrat deviasi kelompok bawah

: 27%xN

Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan dengan taraf signifikan 5%. Jika dengan maka soal mempunyai daya pembeda yang signifikan.

d. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran soal uraian yang digunakan rumus:

Keterangan:

P : Tingkat kesukaran

F : Banyaknya siswa, yang menjawab gagal

N : Jumlah peserta tes

Untuk menginterpretasikan nilai tingkat kesukaran itemnya dapat digunakan tolak ukur sebagai berikut.

1. Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 27% termasuk mudah.

2. Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 27% sampai dengan 71% termasuk sedang.

3. Jika siswa gagal mencapai 72% ke atas termasuk sukar.

(Zaenal Arifin,1991; 135).

G. Analisis Data

1. Data tentang kinerja dalam pelaksanaan pembelajaran

Data tentang, pelaksanaan pembelajaran oleh guru dianalisis dengan menggunakan melalui prosentase, adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut

Kriteria penilaian:

Guru mengajar kurang baik <>

Guru mengajar cukup baik 25% - 50%

Guru mengajar baik 51% - 75%

Guru mengajar sangat baik >75%

2. Data keaktifan siswa

Untuk mengetahui beberapa besar keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar. Adapun perhitungan prosentase keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar sebagai berikut:

Keterangan:

n : Skor yang diperoleh siswa

N : Jumlah seluruh skor

Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas < 25%: Kurang aktif

Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas 25%-50%: Cukup aktif

Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas 51% -75%: Aktif

Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas > 75%: Sangat aktif

3. Data mengenai Hasil Belajar

Data mengenai hasil belajar diambil dari kemampuan kognitif yang berupa aspek ingatan, aspek pemahaman dan aspek aplikasi dapat dilihat dari tingkat ketuntasan belajarnya baik tuntas, secara individu maupun tuntas secara klasikal dan kriteria tim yang dicapai siswa dalam kelompoknya.

a. Ketuntasan individu

Ketuntasan belajar individu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b. Ketuntasan klasikal

Ketuntasan belajar klasikal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

4. Kerjasama siswa

Untuk mengetahui kerjasama siswa dalam kelompok digunakan perhitungan sebagai berikut:

Kriteria penilaian:

Kerjasama siswa kurang baik <>

Kerjasama siswa cukup baik 25% - 50%

Kerjasama siswa baik 51%- 75%

Kerjasama siswa sangat baik >75%

H. Indikator Keberhasilan

Meningkatan ketrampilan intelektual siswa kelas VIII A dengan menggunakan model belajar kooperatif tipe JIGSAW dengan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) indikator dari keberhasilan tersebut dapat diukur melaui :

1. Kinerja guru mencapai prosentase, keberhasilan lebih dari 51% dengan kategori minimal baik.

2. Keaktifan siswa mencapai prosentase keberhasilan lebih dari 51 % dengan kategori minimal aktif.

3. Hasil belajar dinilai berhasil jika dari basil evaluasi ketuntasan belajar secara individual dapat mencapai 61 % dan ketuntasan secara klasikal dapat mencapai 79 %.

4. Kerjasama siswa mencapai prosentase keberhasilan lebih dari 51 % dengan kategori minimal baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar